Waspada, Anemia Ancam Buah Hati!


ANCAMAN anemia, gizi buruk, dan tubuh pendek terus menghantui anak-anak sekolah di Indonesia. Orangtua menjadi kunci penting untuk mengingatkan para tumpuan harapan bangsa ini untuk mengonsumsi jajanan yang sehat dan bergizi.

Penyakit anemia dan terhambatnya pertumbuhan fisik atau pendek (stunting) kini tengah mengancam anakanak

Indonesia. Hal ini ditengarai karena mereka kurang mendapatkan asupan makanan yang mengandung zat besi dan zinc. Jajanan yang kurang sehat dan bergizi di kantin sekolah anak ditengarai menjadi biang keladi dari semua itu.

Data Riskesdas 2010 menyebutkan, status gizi dan konsumsi gizi anak Indonesia masih bermasalah. Sekitar sepertiga anak masih mengalami status gizi pendek (termasuk sangat pendek) dan seperenam anak balita masih mengalami gizi kurang (termasuk gizi buruk). Sepertiga anak balita tidak memenuhi kebutuhan energi minimal yang dibutuhkan, dan seperlima balita tidak memenuhi kebutuhan protein minimal.

Rata-rata pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral anak 10-12 tahun pada umumnya di bawah 65 persen. Namun, sebagian anak mengonsumsi telah melebihi kebutuhannya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang bertanggung jawab dalam hal pengawasan pangan anak menemukan hanya 1 persen anak sekolah yang tidak jajan dalam sepekan. Karena itu, sangat penting peran orangtua dalam memperhatikan asupan anak selama di rumah.

“Dari sebuah temuan menarik seputar gizi, satu dari lima anak orang kaya dapat dikelompokkan underweight dan pendek. Hal ini berkaitan erat dengan kurangnya pengetahuan orang tua terhadap pentingnya nilai gizi pada apa yang dikonsumsi anak,” kata Dr Ir Roy Sparingga M App Sc, Deputi III BPOM, dalam diskusi ilmiah bertema “Keamanan Pangan dan Pola Konsumsi Anak” oleh Fonterra Brands Indonesia di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Roy menuturkan, strategi manajemen risiko yang tepat harus diterapkan dalam rangka mewujudkan dan menjaga keamanan, mutu, dan gizi pangan yang dikonsumsi anak-anak pada khususnya maupun orang dewasa pada umumnya. Peran serta orang-orang terdekat, seperti ibu dan anggota keluarga lainnya, masyarakat sekolah, produsen pangan, elemen masyarakat lainnya, hingga pemerintah harus diperkuat untuk mencapai tujuan tersebut.

“Diperlukan kerja sama lintas sektor, termasuk komunitas sekolah untuk bersama- sama memberi penyuluhan pada anak sejak usia dini, seperti tentang apa saja makanan bergizi seimbang,” sarannya.

Drs Suratmono MP, Direktur Inspeksi & Sertifikasi Pangan BPOM, mengutarakan, masalah utama keamanan pangan jajanan anak sekolah hingga saat ini adalah cemaran mikroba karena kondisi higiene dan sanitasi buruk serta cemaran kimia karena kondisi lingkungan yang tercemar limbah industri.

“Selain itu, karena penyalahgunaan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan seperti formalin, boraks, dan pewarna tekstil, dan juga penggunaan BTP (bahan tambahan pangan) melebihi batas maksimal yang diizinkan,” paparnya.

Sementara itu, di tempat berbeda, tenaga ahli Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) Jaya Dr Saptawati Bardosono MSc menuturkan, orangtua musti waspada gejala anemia pada anak.

“Jika anak sering lesu, sering mengantuk, maunya tidur, malas atau makan banyak tapi badannya kurus, bisa jadi itu tanda-tanda anemia,” ujarnya.

Kondisi lain yang bisa diperiksa orangtua pada anak, lanjut Saptawati, adalah dengan memeriksa telapak tangan anak. Jika telapak tangan yang sedikit ditekuk terlihat pucat atau warna kuku yang juga pucat, maka kemungkinan dia mengalami anemia.

Saptawati mengatakan, penyebab paling umum dari anemia adalah kekurangan zat besi. Kandungan zat besi pada makanan, banyak terdapat pada daging merah, sayuran hijau, kacang-kacangan, serta makanan yang difortifikasi (diberi tambahan vitamin dan mineral).

Satu lagi zat gizi yang dibutuhkan anak sekolah adalah zinc, yang dapat diperoleh dengan mengonsumsi daging, keju, telur, unggas, dan sayuran hijau. Anak juga butuh kalsium, yang banyak dikandung pada produk susu, sebagai pembentuk massa tulang dan gigi.

Menurut Saptawati, anak Indonesia cenderung kurus sehingga mereka menjadi kurang aktif bergerak. Akibat kekurangan sejumlah zat gizi itu, sekitar 10 persen-15 persen anak sekolah menderita anemia.

Angkanya berbeda-beda di setiap daerah. Saat memilih jajanan sehat, dia meminta Anda untuk mengingatkan si buah hati agar lebih peduli dengan apa yang dikonsumsinya. Sebaiknya pilih makanan yang mengandung tiga bahan bergizi, tidak lebih dari satu jenis pemanis, cegah penggunaan asam lemak trans serta rendah kandungan gula, minyak dan garam.

“Anak musti diinformasikan terus,karena kantin sekolah menawarkan banyak variasi makanan yang membuat mereka bingung,“ imbuh Saptawati.